Bisakah Kau Hilangkan Kata "Sahabat" Itu?
Kamu sahabat terbaikku; katamu. Aku tersenyum sinis. Pikiranku tak mengelak, tak membenci, tak memperdulikan, malahan suka. Namun hatiku? Iya, dia kecewa. Makhluk bernama hati itu menangis, aku yang tak tega mendatanginya. Kutanya “kenapa?”, hatiku menjawab, “Kenapa ‘kau’ tak jua mengerti”, iya kamu, kamu yang hatiku cintai, kamu yang hatiku dambakan, kamu yang hatiku inginkan, kenapa kau tak jua mengerti?
Selama ini aku memang memanjakannya, ‘hatiku’. Padahal pikiranku sudah sering menegurku. Katanya “Jangan terlalu memanjakan hati agar selalu menuruti keinginannya, bukan cuma hati yang akan terluka, aku juga akan terluka”. Namun nahasnya aku tak menggubris perkataan pikiranku itu, aku berada dipihak hatiku. Hatiku yang selalu berlari mengejarmu, hatiku yang selalu berjuang untuk mendapatkanmu, hatiku yang selalu mati-matian hanya untuk memelukmu. Memang tak bisa kupungkiri, bahwa memang kamulah orangnya. Seseorang yang didamba hatiku, seseorang yang kudamba juga.
Maafkan aku pikiranku, boleh aku meminta satu hal, aku memang bodoh, tak menggubris perkataanmu, namun menginginkan sesuatu darimu. Pintaku, nanti kalau saja hati berhasil dibuat terluka seperti katamu, tolong hibur dia. Aku yakin keberadaanmu adalah untuk membuatnya kembali sembuh. Sedangkan aku, biarlah aku menelan konsekuensi dari perlakuanku.
Dan kamu, iya kamu. Kamu yang didamba oleh hatiku, kenapa tak jua mengerti keinginannya, kenapa tak jua mewujudkan kehendaknya, hatiku menginginkanmu menjadi kekasihnya, hatiku ingin kau menjadi kekasihku, kami ingin kau menjadi kekasih dari aku, hatiku, pikiranku, dan semua tentangku. Bisakah kau hilangkan kata “sahabat” itu?
Tujuan jatuh cinta adalah ingin memiliki, bahagia adalah bonus, dan patah hati adalah konsekuensinya