Wacana Bukber
Ahmad Hadi Irpana
Pagi minggu,
sehari sebelum bulan ramadhan tiba (menurut perhitungan hilal), saya menghadiri
kegiatan salah satu organisasi yang saya ikuti di kampus. Di sela kegiatan, saya
sempat berbincang hangat dengan beberapa kawan saya yang juga aktif di organisasi
tersebut. Sesekali bercanda tentang perbedaan kapan bulan ramadhan ditetapkan,
yakni tentang perbedaan dua organisasi besar di Indonesia. Salah satu kawan
saya berucap, “Orang Muhammadiyah malam ini salat tarawih, dan besok mereka
sudah mulai puasa, siapa yang ikut muhammadiyah?”, katanya. Saya membalas
dengan candaan, “Gak ah, nanti kawan-kawan NU bakal Mengacari (mengiming-imingkan
makanan dan minuman kepada orang yang tengah puasa)”. Kawan saya yang lain tak kalah heboh
memberikan jokes-nya, “Kalau mau enak, puasa ikut NU, lebarannya ikut
Muhammadiyah” ucapnya. Sontak kami yang mendengarnya gelagak dengan tawa.
Namun,
di samping pembicaraan tersebut, yang membuat saya tidak habis pikir adalah ucapan
salah satu kawan saya yang lain, dia mengatakan list bukber (buka
bersama) sudah mengisi kalender ramadhannya, padahal ramadhan saja belum, baik
orang Muhammadiyah apalagi orang NU.
Fenomena
bukber belakangan ini memang sangat familiar, apalagi di kalangan kelas
menengah ke atas dan orang perkotaan. Dua hampir tiga tahun sebagai mahasiswa
perantauan, bukber di rumah makan mewah, restaurant, cafe, dan semacamnya sudah
menjadi hal biasa di kedua belah mata saya. Ada yang berbuka puasa dengan
keluarga, kolega bisnis, kawan waktu SD, SMP, SMA, maupun kawan kuliah. Mungkin
karena mereka bosan dengan masakan sendiri, atau malas untuk masak, atau bahkan
hanya untuk bersenang-senang, melepas rindu dengan kawan lama, menikmati
suasana ramadhan yang segala amal ibadah akan dilipat gandakan pahalanya,
sehingga temu sapa dengan dalih silaturrahmi, akan menghantarkan pahala mereka
menjadi berlipat-lipat ganda.
Pulang
sehabis kegiatan, aplikasi hijau saya berdering, rupanya dari pesan grup
organisasi saya yang lain. Grup yang sudah lama tidak bunyi itu tiba-tiba mengeluarkan
notifikasinya, dan isi pesan grup itu adalah agenda buka bersama. Entah
terlalu bersemangat atau takut tidak dapat tanggal yang cocok untuk menentukan
agenda tersebut, sebab jauh sebelum ramadhan tiba, mereka-mereka sudah menentukan
tanggalnya masing-masing. Hal yang paling
kocak adalah, ketika rencana-rencana itu tidak terwujud akibat kendala-kendala pribadi,
sehingga segala hal yang sudah direncanakan hanya sekedar wacana belaka. Wacana
bukber mereka menyebutnya, istilah yang digunakan untuk menyebut rencana atau
gagasan untuk berbuka puasa bersama.
Terlepas dari itu semua, al-fakir memohon maaf apabila ada kesalahan yang tidak disengaja maupun disengaja. Cara terbaik menyambut datangnya bulan suci ramadhan adalah dengan saling memaafkan dari segala kesalahan. Semoga ramadhan kita kali ini dipenuhi dengan keberkahan, rahmat, dan taufik dari Allah Swt. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar