Ditertawakan Rembulan
Malam itu, langit terbentang luas tanpa awan. Rembulan mekar dengan cahaya yang amat elok, namun seolah tertawa mengejek “Hhhh, mana seseorang yang katanya lebih indah dariku? Bukankah kau mau memamerkannya?”. Pikiran itu sesekali terlintas, sebab dengan angkuhnya diri ini pernah berucap sambil melotot ke arah rembulan “Akan kubawa seseorang yang lebih indah darimu. Sinarmu akan redup dengan cahaya lembutnya”.
Konyol. Sangat amat konyol. Keindahannya memang melebihi bulan purnama. Tapi bisa-bisanya ucapan itu keluar dari mulut ini, “akan kubawa seseorang yang lebih indah darimu (bulan)?”. Seolah ia yang dikasih pasti bisa digapai. Gema hati sedikit demi sedikit mencibirku.
Sekarang keduanya setara. Baik ia, maupun rembulan itu. Keindahannya tak terelak dari pandangan, pun tak terelak dari genggaman. Tak ada yang lebih indah dari sesuatu yang tak bisa dimiliki. Bulan adalah jelmaan perumpamaannya. Keindahan nan jauh tak tergapai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar