Daftar Blog Saya

Minggu, 15 Oktober 2023

Artikel Jurnal

Fenomena Degradasi Intelektual dan Dekadensi Moral: Restorasi Nalar Kritis dan Etika pada Mahasiswa


Ahmad Hadi Irpana
Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Antasari Banjarmasin

Abstrak

Judul tulisan ini adalah “Fenomena Degradasi Intelektual dan Dekadensi Moral: Restorasi Nalar Kritis dan Etika pada Mahasiswa”. Tulisan ini membahas tentang penyabab terjadinya fenomena degradasi intelektual dan dekadensi moral pada mahasiswa, serta mencari solusi dan cara efektif untuk memulihkan intelektualitas dan moralitas mahasiswa. Penulis menggunakan metode studi literatur, yakni dengan mengumpulkan sumber buku-buku, jurnal serta artikel lainnya yang relevan dan berkaitan dengan topik pembahasan. Hasil yang didapat mengungkapkan bahwa, fenomena degradasi intelektual dan dekadensi moral terjadi akibat lingkungan yang buruk serta perngaruh perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat. Upaya yang bisa dilakukan agar dapat memulihkan degradasi intelektual dan dekadensi moral yang secara tidak langsung mengakibatkan nalar kritis dan etika pada mahasiswa menipis, yaitu dengan menguatkan pendidikan karakter (akhlak) dan nasionalisme kepada para mahasiswa.



Jumat, 13 Oktober 2023

Esai

DUA SISI WAJAH ARTIFICIAL INTELLIGENCE (AI): KEBANGUNAN ATAU KEKACAUAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI

Oleh: Anita dan Ahmad Hadi Irpana

Pendahuluan

    Fenomena munculnya kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dengan segala kepraktisannya dapat memicu keinginan manusia dalam mewujudkan segala hal secara instan. Sejak hadirnya AI, banyak perubahan yang terjadi karena dampak yang ditimbulkannya, baik dalam ranah ekonomi, sosial budaya, politik sampai pendidikan. Intelegensi pada AI yang sangat mengesankan, yakni mampu mengarsip data dalam jumlah besar dan mampu mentransfer data yang diinginkan kepada penggunanya, di mana pun dan kapan pun dengan cepat. Keandalan lainnya ada pada hal-hal yang berkaitan dengan basis matematika dan statistika yang tak terbatas, berapa pun jumlah data yang dimasukkan ke dalamnya.

        Menurut Simplilearn (2020), para ilmuan mulai aktif mengeksplorasi AI dengan kompabilitas komputer pada tahun 1940-1950-an, yakni dalam rangka memberikan solusi terhadap pekerjaan yang mereka lakukan. Pada masa itu, komputer sudah banyak digunakan. Bahkan, komputer menjadi peranan penting dalam perang dunia I dan II, hingga memicu temuan-temuan baru dalam keilmuan komputer. Setelah berakhirnya perang, pembahasan terkait dengan AI berkembang menjadi semakin cepat. Pada tahun 1950, Alan Turing seorang ahli matematika mempertanyakan perihal “Apakah mesin mampu berpikir layaknya kemampuan berpikir pada manusia?”. Ia memperkenalkan sebuah konsep yang disebut dengan Turing Test, yakni kegiatan mengukur kecerdasan mesin dan algoritme genetik.5 Alan Turing dianggap sebagai pencetus mula-mula berdirinya AI. Namun, topik yang penulis bahas pada artikel ini sebenarnya bukan berkaitan dengan sejarah AI, melainkan apa saja dampak positif-negatif AI bagi pelajar (mahasiswa) dan yang mengajar (dosen) di perguruan tinggi maupun bagi instansi yang menaunginya, yakni perguruan tinggi itu sendiri. Tujuan pembahasan ini adalah agar kita bisa lebih kritis dan cermat menggunakan AI dalam dunia pendidikan.


Full Teks : PDF


Rabu, 04 Oktober 2023

Ranah meng-Curhat

#Ratapan Hati yang Terluka adalah Pintu Menuju Tuhan


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di satu waktu aku merasakan hal yang belum pernah kualami sebelumnya. Perasaan itu tampak begitu membebaniku dalam beraktivitas. Tidur terasa sulit, makan terasa tidak nikmat, keseharian pun diurungi dengan lamunan yang tidak terarah. Malu rasanya mengakui, tapi apa yang kurasakan itu memang perasaan yang mungkin sudah terlintas dipikiran Anda. Perasaan semacam itu biasanya disebut anak zaman sekarang dengan galau.

Madrasah Tsanawiyah adalah tempat ku menimba ilmu di masa remaja awal. Di masa inilah awal mula perasaan semacam itu muncul. Ingin rasanya mengisahkan apa yang menjadi sebab munculnya perasaan itu. Namun tetapi, kata orang jangan terlalu membuka privasi diri kepada orang lain, Opah Upin & Ipin juga pernah berkata “Biarlah rahasie”.

Singkat cerita, Madrasah Tsanawiyah sudah kulalui dan mulai menyambung sekolah yang masih berbasis Islam, yakni Madrasah Aliyah. Namun perasaan itu tetap ada dan tidak berubah. Sampai pada satu waktu, perasaan itu mulai memudar dan digantikan oleh perasaan baru, yakni perasaan yang dulu juga pernah kurasakan sebelum perasaan yang disebut dengan galau itu muncul. Suka, suka dengan seseorang. Itulah yang kurasakan. Bahagia, senang, dan damai. Namun pada akhirnya, kembali ke setting awal. Perasaan suka yang melahirkan bahagia, senang, dan damai itu kembali berubah menjadi apa yang disebut dengan perasaan galau.

Hal semacam ini berlawanan dengan narasi pada judul buku RA. Kartini, Habis gelap terbitlah terang, karena apa yang kurasakan diawal adalah kebahagiaan yang biasanya disandarkan pada kata kias terang. Sebaliknya kata gelap dikiaskan pada makna gundah, galau, tidak bersemangat dan suram. Hal ini membuatku berpikir bahwa apa yang kualami saat itu adalah kalimat sebaliknya, yakni Habis terang, terbitlah gelap.

Aku mulai muak dengan keadaanku yang seperti itu. Akhirnya, aku mulai mencari sesuatu yang dapat membuatku bahagia, tetapi tidak menghantarkan kembali kepada kegalauan. Sesuatu yang mampu menopang perasaan senang dan kedamaian. Aku mulai berpikir absolut. Pikiran yang semestinya dipikirkan oleh seorang yang beragama. Aku ingin mengenal Tuhan yang menciptakan ku, menciptakan perasaan yang pernah ku rasakan sebelumnya, menciptakan sesuatu yang membuat perasaan itu muncul dalam diriku, aku mulai ngelatur dalam konsep rohani.

Sejak saat itulah, ku perbaiki diriku dan aktivitas/ritual keagamaan ku. Aku mulai merasakan perasaan cinta keilahian/ cinta trasendental. Konsep semacam ini ingin ku dalami lagi, lagi dan lagi. Akhirnya aku memberanikan diri membeli sebuah buku di media online. Buku itu adalah karya sufi terkenal, Sang master cinta, beliau adalah Jalaluddin ar-Rumi. Buku yang ku beli adalah terjemahan kitab Masnawi. Dalam buku tersebut dipaparkan syair-syair monumental yang memiliki makna tentang keilahian. Bacaan yang selalu kuingat adalah, ketika Rumi mengalami kegundahan, galau, dan kegelisahan hati akibat tidak bisa menemui gurunya, perasaan itu berubah menjadi perasaan cinta ilahiah/trasendental. Menurutku, apa yang dialami oleh Rumi juga kualami saat itu. Memang benar apa kata Rumi, bahwa ratapan hati yang terluka adalah pintu menuju Tuhan.

Selasa, 03 Oktober 2023

Ranah Ilmu

Maulidur Rasul Tradisi atau Doktrin Agama: Mencintai Nabi Mengapa Tercela?

by: Ahmad Hadi Irpana


Sumber: Google Images

Sebelumnya saya ucapkan selamat memperingati Maulid Rasul 1445 H bagi para pecinta dan yang meyakininya. Bulan Rabi'ul Awal, bulan di mana lantunan sholawat bergemuruh di seluruh Negeri yang mengidap penyakit rindu kepada Rasulullah. Bulan di mana guyuran air mata para pecinta begitu derasnya, sebab rindu yang begitu dalam kepada Sang Pujaan. Mengapa tidak, di bulan inilah Rasulullah SAW dilahirkan, yakni pada tanggal 12 Rabi'ul Awal.

          Maulid pada dasarnya adalah bentuk pengekspresian para pecinta Rasulullah. Kata maulid diambil dari bahasa Arab yang artinya tempat, hari atau waktu kelahiran. Dilangsir dari Islamkaffah.id, bahwa maulid sebenarnya tidak pernah diajarkan Rasulullah kepada para sahabat untuk memperingatinya. Maulid Nabi Muhammad SAW secara resmi diperkirakan bermula pada abad ke-10 Masehi oleh Dinasti Fatimiyah, sebuah kerajaan Syiah Ismailiyah yang menguasai Mesir dan sebagian Timur Tengah. Raja pertama yang mengadakan perayaan Maulid Nabi adalah al-Muiz Li Dinillah, yang merupakan keturunan langsung Nabi Muhammad SAW dari jalur Fatimah. Perayaan Maulid Nabi dilaksanakan dengan cara mengundang para ulama, ahli tasawuf, ahli ilmu, dan rakyat untuk berkumpul di istana dan mendengarkan kisah tentang kehidupan dan ajaran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, raja juga memberikan bantuan kepada fakir miskin, anak yatim, dan tawanan perang. Maulid Nabi Muhammad SAW mulai tersebar luas di dunia Islam setelah Dinasti Ayyubiyah mengambil alih kekuasaan Dinasti Fatimiyah pada abad ke-12 Masehi. Salah satu penguasa Ayyubiyah yang terkenal adalah Sultan Salahuddin al-Ayyubi, yang berhasil mengalahkan pasukan salib dan menguasai kembali Yerusalem. Beliau merayakan Maulid Nabi dengan menghias kota dengan lampu dan bendera, serta menggelar pawai dan doa bersama.

           Berangkat dari penjelasan di atas, banyak kelompok-kelompok yang menolak, mengharamkan, bahkan mengkafir-kafirkan kelompok yang merayakan peringatan maulid. Timbul sebuah pertanyaan, apakah maulid Rasul itu tradisi atau doktrin agama? Menanggapi pertanyaan tersebut, Prof Dr. Al-Habib Sa'id Agil Husin Al-Munawar saat menjadi pembicara pada seminar nasional dalam rangka peringatan hari lahir Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Antasari Banjarmasin ke-61 (2022), beliau mengatakan bahwa maulid termasuk tradisi juga doktrin. Tradisi, karena memang tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkan perintah perayaan maulid. Meskipun begitu, para ulama menyebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah berpuasa saat datangnya hari kelahiran beliau, hal ini menjadi representasi bahwa maulid sebenarnya adalah bentuk lain untuk merayakan hari kelahiran Rasulullah. Selain itu, Abu Lahab (paman Nabi Muhammad), pernah memerdekakan budaknya karena senang dan bahagia ponakannya lahir ke dunia, meski pun selanjutnya beliau menjadi musuh yang menghalang-halangi dakwah Nabi Muhammad SAW.

           Dari kisah di atas, dapat disimpulkan bahwa maulid Nabi Muhammad tidak bisa dikatakan haram secara sepihak, karena pada dasarnya maulid merupakan bentuk lain dari perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Meskipun sebuah tradisi, apakah tradisi yang membawa kepada kebaikan dan cinta kepada Rasulullah dilarang? Padahal ada hadis yang menyatakan bahwa "seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya", karena itulah kita melaksanakan maulid. Kemudian, di satu sisi yang lain, maulid merupakan doktrin agama. Doktrinnya adalah mengajak kita untuk mengikuti akhlak dan budi pekerti Rasulullah, mengajak untuk mencintai, dan mengingat Rasulullah SAW.

         Ujaran lain timbul, bahwasanya kelompok yang merayakan maulid terlalu berlebihan dalam mencintai Rasulullah, dari menangis ringan sampai histeris. Menanggapi ujaran tersebut, berlebihan mana, seseorang yang bersholawat sampai menangis ataukah bersholawat setiap detik, setiap waktu dan setiap saat tanpa henti? Banyak hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Allah dan para Malaikat selalu (setiap saat dan setiap waktu) bersholawat kepada Rasul-Nya. Allah berfirman dalam Q.S Al-Ahzab ayat 56:

                                اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

Artinya: Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.

            Ayat tersebut sudah sangat jelas memerintahkan kita agar bersholawat kepada Nabi Muhammad, karena Allah dan para Malaikat-Nya selalu bersholawat kepada Nabi Muhammad. Allah dan Malaikat saja bersholawat, kok umatnya enggak? Bersholawat dalam perayaan maulid adalah pengekspresian para pecinta dan para perindu baginda Nabi Muhammad. Dalam syair terkenal disebutkan:

وَ مَنْ كَانَ مِثْلِي مُعَنّى مُضَنّى 

Sesiapa sepertiku kan jadi tempat celaan

بِحُبِّ النَّبِيِّ لمَا ذَا يُلا َمْ‎

Mencintai Nabi kenapa tercela? 

            Manusia memang tidak lepas dari celaan manusia lain, mencintai Nabi pun banyak yang mencela. Mencintai Nabi mengapa dicela? 

 

Puisi?

Malam dan Sunyi Gelap langit merayap lembut, Lembayung jingga mulai redup Ku rebah di pangkuan sunyi. Malam membisik lagu rahasia, meredam...