Daftar Blog Saya

Rabu, 04 Oktober 2023

Ranah meng-Curhat

#Ratapan Hati yang Terluka adalah Pintu Menuju Tuhan


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Di satu waktu aku merasakan hal yang belum pernah kualami sebelumnya. Perasaan itu tampak begitu membebaniku dalam beraktivitas. Tidur terasa sulit, makan terasa tidak nikmat, keseharian pun diurungi dengan lamunan yang tidak terarah. Malu rasanya mengakui, tapi apa yang kurasakan itu memang perasaan yang mungkin sudah terlintas dipikiran Anda. Perasaan semacam itu biasanya disebut anak zaman sekarang dengan galau.

Madrasah Tsanawiyah adalah tempat ku menimba ilmu di masa remaja awal. Di masa inilah awal mula perasaan semacam itu muncul. Ingin rasanya mengisahkan apa yang menjadi sebab munculnya perasaan itu. Namun tetapi, kata orang jangan terlalu membuka privasi diri kepada orang lain, Opah Upin & Ipin juga pernah berkata “Biarlah rahasie”.

Singkat cerita, Madrasah Tsanawiyah sudah kulalui dan mulai menyambung sekolah yang masih berbasis Islam, yakni Madrasah Aliyah. Namun perasaan itu tetap ada dan tidak berubah. Sampai pada satu waktu, perasaan itu mulai memudar dan digantikan oleh perasaan baru, yakni perasaan yang dulu juga pernah kurasakan sebelum perasaan yang disebut dengan galau itu muncul. Suka, suka dengan seseorang. Itulah yang kurasakan. Bahagia, senang, dan damai. Namun pada akhirnya, kembali ke setting awal. Perasaan suka yang melahirkan bahagia, senang, dan damai itu kembali berubah menjadi apa yang disebut dengan perasaan galau.

Hal semacam ini berlawanan dengan narasi pada judul buku RA. Kartini, Habis gelap terbitlah terang, karena apa yang kurasakan diawal adalah kebahagiaan yang biasanya disandarkan pada kata kias terang. Sebaliknya kata gelap dikiaskan pada makna gundah, galau, tidak bersemangat dan suram. Hal ini membuatku berpikir bahwa apa yang kualami saat itu adalah kalimat sebaliknya, yakni Habis terang, terbitlah gelap.

Aku mulai muak dengan keadaanku yang seperti itu. Akhirnya, aku mulai mencari sesuatu yang dapat membuatku bahagia, tetapi tidak menghantarkan kembali kepada kegalauan. Sesuatu yang mampu menopang perasaan senang dan kedamaian. Aku mulai berpikir absolut. Pikiran yang semestinya dipikirkan oleh seorang yang beragama. Aku ingin mengenal Tuhan yang menciptakan ku, menciptakan perasaan yang pernah ku rasakan sebelumnya, menciptakan sesuatu yang membuat perasaan itu muncul dalam diriku, aku mulai ngelatur dalam konsep rohani.

Sejak saat itulah, ku perbaiki diriku dan aktivitas/ritual keagamaan ku. Aku mulai merasakan perasaan cinta keilahian/ cinta trasendental. Konsep semacam ini ingin ku dalami lagi, lagi dan lagi. Akhirnya aku memberanikan diri membeli sebuah buku di media online. Buku itu adalah karya sufi terkenal, Sang master cinta, beliau adalah Jalaluddin ar-Rumi. Buku yang ku beli adalah terjemahan kitab Masnawi. Dalam buku tersebut dipaparkan syair-syair monumental yang memiliki makna tentang keilahian. Bacaan yang selalu kuingat adalah, ketika Rumi mengalami kegundahan, galau, dan kegelisahan hati akibat tidak bisa menemui gurunya, perasaan itu berubah menjadi perasaan cinta ilahiah/trasendental. Menurutku, apa yang dialami oleh Rumi juga kualami saat itu. Memang benar apa kata Rumi, bahwa ratapan hati yang terluka adalah pintu menuju Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi?

Malam dan Sunyi Gelap langit merayap lembut, Lembayung jingga mulai redup Ku rebah di pangkuan sunyi. Malam membisik lagu rahasia, meredam...